Pemerintah Desa Patramanggala Kecamatan Kemiri berencana akan membangun ekowisata mangrove. Nantinya, ekowisata tersebut akan dijadikan sebagai potensi unggulan desa di bidang wisata. Sekaligus meningkatkan kepedulian terhadap pentingnya menanam serta merawat mangrove dengan memanfaatkan bekas tambak.
Penjabat sementara Kepala Desa Patramanggala Sukandi mengatakan, pembangunan ekowisata mangrove itu akan memanfaatkan lahan tambak aset desa yang ada di bibir pantai utara. “Desa Patramanggala diperkirakan mulai memiliki kepala desa sekira tahun 1941 saat zaman penjajahan Belanda. Luas wilayahnya sekira 546 hektare. Salah satu di antaranya merupakan 210 hektare tambak. Dari luas itu, ada 15 hektare tambak yang merupakan aset pemerintah dan nanti akan dimanfaatkan untuk membangun tempat wisata mangrove,” katanya.
Pembangunan ekowisata tersebut, termasuk salah satu program inovasi desa. Jika jadi dibangun, nantinya ekowisata tersebut akan menggunakan akses darat dan air. Tetapi saat ini, pembangunan tersebut terhambat karena akses jalan darat yang rusak. Akses jalannya sekira 2,5 kilometer dari jalan raya ke tambak dan kondisinya sangat memprihatinkan.
“Bidang jalannya sudah miring dan sebagian sisi jalan sudah berkurang terkikis air. Kami sudah mengajukan untuk pembangunan infrastrukturnya. Tetapi ditolak di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Desa. Karena anggarannya terlalu besar. Selain itu, jalan tersebut wewenangnya ada di Provinsi Banten. Jadi Pemerintah Kabupaten Tangerang juga tidak bisa memperbaiki jalan. Alternatifnya pakai akses darat, tetapi kalau musim kemarau terkendala karena dangkal jadi perahu tidak bisa jalan,” terang Sukandi pria kelahiran 1965 itu.
Bapak tiga anak itu menjelaskan, pembangunan ekowisata mangrove juga bagian dari untuk mengajak masyarakat peduli akan keberadaan mangrove di pesisir. “Nantinya di tempat ekowisata itu bisa dijadikan tempat pemancingan dan bisa jadi spot foto terutama bagi anak-anak muda. Selain itu, para pengunjung juga bisa diajak untuk melestarikan mangrove di pesisir pantai,” jelas Sukandi.
Selain ekowisata mangrove, desa yang memiliki jumlah penduduk sekira 4.471 jiwa itu memiliki produk unggulan pada bidang kuliner yakni sate bandeng. Olahan ikan bandeng itu dibuat oleh anggota pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK). Di bidang olahraga, Desa Patramanggala juga fokus pembinaan futsal. Tujuannya untuk meningkatkan potensi dan prestasi pemuda.
“Kami berharap dengan berbagai potensi yang dimiliki, Desa Patramanggala bisa maju dan bersaing dengan desa lain sesuai program Bupati Tangerang yakni Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan) dengan memanfatkan mangrove sebagai ekowisata,” ungkapnya.
Sementara itu, ketua kelompok pembudidaya mangrove Tunas Harapan di Desa Patramanggala Mulyana mengatakan, di tambak yang akan dijadikan ekowisata itu sudah ada ribuan mangrove yang ditanam. Baik oleh pemerintah atau pun swasta. Di antara ribuan mangrove itu, juga ada mangrove jenis langka yakni Bruguiera Cylindrica.
“Pada 2016 kami berhasil membudidayakan mangrove langka itu dan kini sudah 10.000 mangrove yang tertanam. Salah satu manfaatnya, yakni bisa menjadi alternatif pengganti pangan berkarbohidrat karena mangrove itu punya kandungan karbohidrat tinggi. Semoga ke depan mangrove langka itu terus bisa dibudidaya dan dilestarikan,” tutupnya.